Melihat Lebih Jauh Hubungan Al-Quran dan Sains (Sudut Pandang Rekonsiliasi dari Prof. Ian G. Barbour)

Menyoal lebih jauh tentang bagaimana hubungan antara Al-Qur’an dan Sains, tampaknya menarik kalau kita coba melihat upaya rekonsiliasi agama dan sains dalam bentuk model-model hubungan keduanya yang didefinisikan oleh Prof. Ian G. Barbour, penggiat filsafat sains dari Amerika yang memiliki background pendidikan sebagai ilmuwan di bidang fisika, Professor Emeritus of Science, Technology and Society, Carleton College.

Menurut beliau, relasi sains dan agama bisa dibagi menjadi 4 model hubungan yang bisa membantu kita bagaimana sains dan agama berinteraksi sepanjang sejarah perkembangannya dan pendekatan-pendekatan yang bisa kita upayakan kedepannya yaitu Konflik, Independen, Dialog dan Integrasi. Hubungan konflik, memandang bahwa sains dan agama berada dalam konflik dan pertentangan, sering menghasilkan ketegangan antara otoritas agama dengan temuan-temuan sains (yang bisa kita dapati dalam sejarah peradaban eropa) yang tidak akan pernah sampai pada titik temu. Hubungan kemerdekaan, melihat satu pendekatan dimana sains dan agama adalah dua wilayah yang sepenuhnya terpisah dan bersifat independen, dan keduanya dapat didiskusian dan dioperasikan tanpa campur tangan satu sama lainnya, tidak perlu dikait-kaitkan (upaya yang bisa kita dapati dari faham-faham sekularisme pada hari ini).

Hubungan Dialog, menjelaskan pendekatan yang mendorong adanya dialog dan ruang-ruang interaksi antara sains dan agama (berangkat dari pandangannya keduanya berbeda dimana terkadang saling mendukung sebaliknya, menegasikan). Prof. Barbour memandang bahwa sains dan agama dapat memberikan wawasan yang berharga satu sama lain tentang kehidupan ini. Lebih jauh, hubungan Integrasi mengusulkan bahwa sains dan agama dapat diintegrasikan atau disatukan untuk menciptakan pemahaman yang lebih mendalam tentang alam semesta dan makna hidup. Narasi-narasi tentang mengintegrasikan Ilmu Agama dan Sains ini yang tampaknya paling populer belakangan ini, tidak terkecuali di Indonesia. Perguruan Tinggi Islam yang besar seperti UIN juga sepenangkapan saya cukup aktif membangun narasi tentang hubungan integrasi ini.

Prof. Ian G. Barbour (Oct 5, 1923 – Dec 24, 2013)

Berangkat dari model yang coba ditawarkan oleh Prof. Barbour, dewasa ini, kita juga akan mendapati perkembangan model yang terus berkembang untuk bisa lebih jauh memahami hubungan sains dan ilmu agama khususnya Islam. Ada banyak ulama atau pemikir Islam yang mencoba menawarkan model yang dianggap lebih “pas” sebut saja salah satunya seperti hubungan Islamisasi. Sekilas secara definisi tampak serupa dengan model terdekatnya yaitu Integrasi, namun pada model hubungan Islamisasi, satu pihak (dalam hal ini agama Islam) bersifat lebih proaktif dalam mempengaruhi apa yang ada pada pihak lainnya (yaitu sains), seperti salah satunya narasi yang bisa kita temukan dalam pemikiran Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas. Islamisasi akan memuat dua proses utama yaitu adapsi dan adopsi. Mengadapsi artinya merubah ide/gagasan/konsep yang tidak sesuai dengan agama Islam. Lalu mengadopsi adalah mengambil sepenuhnya konsep-konsep yang telah diadapsi sebelumnya.

Insya Allah, kedepannya, saya akan coba lebih banyak mengulas hubungan antara Agama dan Sains dari literatur-literatur yang saya baca, dengan pendekatan model Islamisasi ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *